A. Al Qur’an
1. Definisi Al Qur’an Dan Akar kata al Qur’an
Allah Swt. memilih beberapa nama bagi wahyu-Nya, yang berbeda sekali dari bahasa yang biasa digunakan masyarakat arab untuk penamaan sesuatu. Nama-nama itu mengandung makna yang berbias dan memiliki akar kata . Diantara beberapa nama itu yang paling terkenal ialah al Kitab dan al Qur’an.
Wahyu dinamakan al Kitab yang menunjukkan pengertian bahwa wahyu itu dirangkum dalam bentuk tulisan yang merupakan kumpulan huruf-huruf dan menggambarkan ucapan (lafadz) adapun penamaan wahyu itu dengan al Qur’an memberikan pengertian bahwa wahyu itu tersimpan didalam dada manusia mengingat nama al Qur’an sendiri berasal dari kata qira’ah (bacaan) dan didalam qira’ah terkandung makna : agar selalu diingat,. Wahyu yang diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas itu telah ditulis dengan sangat hati-hati agar terpelihara secara ketat, serta untuk mencegah kemungkinan terjadinya manipulasi oleh orang-orang yang hendak menyalah artikan atau usaha mereka yang hendak mengubahnya. Tidak seperti kitab-kitab suci lain dimana wahyu hanya terhimpun dalam bentuk tulisan saja atau hanya dalam hafalan saja, tetapi penulisan wahyu yang satu ini didasarkan pada isnad yang mutawatir (sumber-sumber yang tidak diragukan kebenarannya) dan isnad yang mutawatir itu mencatatnya dengan jujur dan cermat.
Secara etimologis, Al Qur’an berasal dari kata “qara’a”, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al jam’u) dan menghimpun (al dlammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur . Dikatakan Al Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan. Allah berfirman :
“ Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya”. (al Qiyamah [75]:17-18).
Qur’anan dalam hal ini berarti juga qira’atahu (bacaannya/cara membacanya). Jadi kata itu adalah masdar menurut wazan (tasrif, konjugasi) “fu’lan” dengan vocal “u” seperti “gufran” dan “syukran”. Kita dapat mengatakan qara’tuhu, qur’an, qira’atan wa qur’anan, artinya sama saja yakni maqru’ (apa yang dibaca) atau nama Qur’an (bacaan).
Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w., sehingga Qur’an menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama diri. Dan secara gabungan kata itu dipakai untuk nama qur’an secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita mendengar orang membaca ayat Qur’an, kita boleh mengatakan bahwa ia sedang membaca Qur’an.
“dan apabila dibacakan Qur’an, maka dengarkanlah dan perhatikanlah …(Al-A’raf [7]:204).
Sebagian Ulama berpendapat bahwa kata Qur’an itu pada mulanya tidak berhamzah sebagai sebuah kata jadian. Ada analisa penyebutan tersebut kemungkinan adalah karena Qur’an dijadikan sebagai suatu nama bagi kalam yang diturunkan kepada Nabi s.a.w., dan bukan merupakan kata jadian, sementara yang lain berpendapat berbeda. Untuk itulah ada baiknya jika kita mereferensi beberapa pendapat ulama tentang asal kata Qur’an :
a. Asy-Syafi’i, berpendapat bahwa kata qur’an ditulis dan dibaca tanpa hamzah ( Quran) yang tidak diambil dari kata lain (Musytaq). Ia adalah nama Khusus yang dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada Nabi Muhammad, sebagaimana kitab Injil dan Taurat dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang diberikan kepada Nabi Isa dan Musa . Lafadz tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.. jadi menurut asy Syafi’i, lafadz tersebut bukan berasal dari akar kata qa-ra-a (membaca), sebab kalau akar katanya qa-ra-a, maka tentu setiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai al Qur’an, sama halnya dengan nama Taurat dan Inzil.
b. Al-Farra’ dalam kitabnya “Ma’anil Qur’an” berpendapat bahwa lafadz qur’an tidak memakai hamzah, dan diambil (musytaq) dari kata qara’in jamak dari qarinah, yang berarti indikator (petunjuk). Hal ini disebabkan karena sebagian ayat-ayat al Qur’an itu serupa satu sama yang lain, maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa. Dan huruf “nun” pada akhir lafadz al Qur’an adalah huruf asli, bukan huruf tambahan.
c. Al Asy’ari berpendapat bahwa lafadz al Qur’an tidak memakai hamzah dan diambil dari kata qarana, yang berarti menggabungkan. Hal ini disebabkan karena surat-surat dan ayat-ayat al Qur’an dihmpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
Tiga pendapat diatas menurut Subhi as Shalih adalah beberapa contoh dari Ulama yang berpendapat bahwa lafadz al Qur’an tanpa huruf hamzah ditengahnya jauh dari kaidah pemecahan kata (isytiqaq) dalam bahasa Arab. Sedangkan para ulama’ yang berpendapat bahwa lafadz al Qur’an ditulis dengan tambahan hamzah ditengahnya adalah :
a. Az Zajjaj, lafadz al Qur’an ditulis dengan huruf hamzah ditengahnya berdasarkan pola kata (wazn) fu’lan, lafadz tersebut pecahan (musytaq) darai akar kata qar’un yang berarti jam’un, Seperti kalimat quri’al ma’u fil-haudi, yang berarti : air dikumpulkan dalam kolam. Jadi dalam kalimat itu kata qar’un bermakna jam’un, yang dalam bahasa Indonesia bermakna kumpul, atau menhimpun. Hal ini karena al Qur’an merupakan kitab suci yang menghimpun intisari ajaran-ajaran dari kitab suci sebelumnya.
b. Al Lihyani, lafadz al Qur’an ditulis dengan huruf ditengahnya berdasarkan pola kata ghufran dan merupakan pecahandari akar kata qa-ra-a yang bermakna tala (membaca).
Secara terminologi al Qur’an menurut beberapa ulama adalah:
a. Ulama Ushul fiqh,
Artinya:
“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf , dimulai dari surat al fatihah dan ditutup dengan surat an Nas.
b. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan al Qur’an sebagai firman Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (jibril) kepada Nabi Muhammad saw. Dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat al fatihah dan diakhiri dengan surat an Nas yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir
c. Syaikh Muhammad Abduh mendefinisikan al Quran sebagai kalam mulia yang diturunkan oleh allah kepada Nabi yang paling sempurna (Muhammad) ajarannya mencakup keseluruha ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber yang mulai yang essensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berfjiwa suci dan berakal cerdas.
Ketiga definisi tersebut sebenarnya saling melengkapi. Definisi pertama lebih focus pada subyek pembuat wahyu, Allah dan obyek penerima wahyu yakni rasulullah Muhammad saw, proses penyampaiannya kepada umat secara mutawatir, membacanya dikategorikan sebagai ibadah. Definisi kedua melengkapi penjelasan cara turunnya melalui malaikat Jibril, penegasan tentang awal dan akhir surat. Dan definisi ketiga berkaitan dengan isi dan kriteria bagi orang ingin memahaminya.
Dari definisi tersebut dapat dinalisa bahwa al Qur’an memiliki unsur-unsur Yang menjadi ciri khas bagi al Qur’an, yakni :
a. Al Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad Saw. Tidak dinamakan al Qur’an seperti Zabur, Taurat dan Injil. Ketiga kitab tersebut memang termasuk kalam Allah tapi tidak diturunkan kepada nabi Muhammad sehingga tidak disebut al qur’an.
Kehujjahan al Qur’an
0 komentar:
Posting Komentar